Sabtu, 22 Januari 2011

Jangan Membuat Pahlawan Keluarga Menangis

Hari pahlawan? Tergerak hati saya menulis ini. Kisah pahlawan yang sesungguhnya dalam hidup ini.
Sosok ini adalah orang yang rela mengurangi waktu pribadinya untuk pergi ke luar rumah, mencari nafkah, memeras keringat menjalankan peran yang terpenting dalam keluarga. Ya, terpenting karena di belakangnya terdapat anak dan istri yang menanti kehadirannya, membuka pintu, menunggunya membawa buah tangan atau apapun yang akan membuat anak istrinya tersenyum…

Sosok ini adalah pahlawan tanpa tanda jasa, rela menembus hujan, merelakan dirinya terkena flu atau masuk angin kala pulang kerja kehujanan, karena memikirkan esok SPP sekolah anaknya harus dibayar, dan hari ini ia menerima gaji, maka ditembuslah hujan deras itu…

Hmm, gerimis hati saya jika mendengar kisah2 heroik sang pahlawan keluarga ini…saya atau bahkan suami kerap mendapati kisah2 yang mengharukan di jalanan, semisal…

Suatu hari suami saya sedang membeli suatu keperluan di minimarket, saat membayar di kasir, didepannya tampak seorang laki-laki muda, suami muda lebih tepatmya, hanya belanja 2 buah coklat, untuk istrinya nampaknya. Kasir lalu menyebutkan angka yang tertera di mesin kasir , 29.000 pak, lelaki itu sesaat terdiam, lalu menengok isi dompetnya, dan mengeluarkannya, sejenak ia seperti menghitung, suami saya tanpa sengaja melihat, karena jarak mereka begitu dekat, lelaki ini hanya memiliki uang 10ribu 2 lembar dan 5ribuan 2 lemebar, genap 30ribu, sedang harga 2 batang coklat tadi 29ribu, mungkin ia berfikir, jika dibelikan semua habislah smua uang di dompetnya,hanya tersisa 1000…ia Nampak ragu, kasir pun menegurnya karena ia berpikir terlalu lama, “ bagaimana pak, jadi tidak coklatnya?”, eh, iya…ini uangnya”, diserahkannya seluruh uang itu pada kasir…

suami saya menghela nafas. Allah sampai sdemikian itukah sang pahlawan keluarga berkorban untuk anak ataupun istrinya? Doapun terlantun dari bibir suami saya, semoga Allah mudahkan rizkinya untuk bahagiakan anak istrinya….dan saya mendengar kisah ini? menangis saya mendengar kisah pengorbanan sang suami ini. Mungkin saat itu ia berpikir, dari mana uang untuk besok, namun otak rasional laki-lakinya mungkin juga berpikir bersamaan: biarlah bagaimana nanti, yang penting hati istri saya bahagia.

Kali lain, ketika saya sedang membeli mpek2 di sebuah kios, saat saya sedang menunggu mpek2 saya dibuatkan, datanglah seorag lelaki, usia 30an tampaknya, bertanya harga mpek2 yang besar, “ini berapa ?” katanya, sang penjual menjawab :” 9000 satunya”, ia terdiam sesaat, menimang uang yang sedari tadi ia genggam, hanya 5ribu rupiah. Lalu ia bertanya lagi, kalo yang 5ribu ada tidak?tanyanya ragu. Penjual Nampak agak kesal, “ada pak, yang kecil itu satu”. Lelaki tua itu menghela nafas,”baiklah, saya beli yang kecil itu saja satu, potong2 ya,agak kecil2”.ujarnya pelan pada sang pelayan.

Duhh, gerimis hati saya mendengar percakapan si bapak tadi. Mungkin sang istri tengah ngidam atau apa hingga ia tetap memaksakan membeli mpek2 meskipun dg ukuran yang paling kecil dan hanya 1 buah!, malu saya, padahal untuk sendiri saja 2 potong besar saya beli, blm utk orang rumah yang lain. Ingiin rasanya memberikan hadiah untuk bapak itu, namun bagaimana jika rasa harga dirinya terusik, padahal ia tengan berkorban membelikan istrinya makanan dengan hasil jerih payahnya sendiri, selembar uag 5000!

Menangis hati saya, betapa para laki-laki itu rela tak makan asalkan istrinya dapat mencicipi jajanan enak, hanya karena terdorong oleh rasa sayang dan pengorbanan. Mungkin ini yang dikatakan sebenar pahlawan. Ya, pahlawan yang mulia bagi keluarga mereka. Dengan kesanggupan yang hampir berada di titik nadir, mereka mengais rizki apapun yang halal.

Maka, selalu ada air mata di pipi saya jika melihat tukang sapu keliling yang tak kunjung laku, tukang jualan remote control TV di komplek, atau tukang2 lainnya yang berjualan kebutuhan yg bukan primer, yang tak setiap hari orang butuhkan.atau tukang makanan kecil semacam kacang, anggur dll yang bertebaran di bis kota. Bahkan saya pernah tersedu saat melihat tukang jualan cemilan ini berlari mengejar deru bis kota yang sebetulnya enggan menarik tukang jualan yg menurut supir hanya akan membuat bisnya semakin sempit. Dan yang membuat saya menangis adalah saat sang penjual berusaha terus berlari, ia tak cukup kuat menjejakkan kaki di bis, jatuhlah ia, dagangannya berserakan, anggur, melon, kacang bertebaran di jalanan, mungkin hanya belasan ribu ia rugi, namun itu modal yang hanya ia punya, ia pun tersenyum kecut, sambil berjalan tertatih menuju pinggir trotoar, beberapa rekannya menertawakan. Ia hanya tersenyum getir, mungkin hatinya berkata pada Sang Tuhan : “Allah sulitnya mengais rizki-Mu haya sekedar utk memberi anak istriku makan”.

Duh Allah…muliakan para suami pembela keluarga itu, termasuk juga suamiku, yang tak pernah lelah mencurahkan seluruh tenaga, fikir, hati untuk membahagiakan aku dan anakku. Kalau mengingat cerita awal2 menikah, cengeng lagi saya, saat mengingat, hamil anak saya, waktu itu saya ingin sekali dibelikan martabak keju. Ya, martabak keju saat jam 10 malam dan ia rela menembus hujan, membiarkan alergi dinginnya kambuh, padahal saya sudah mewanti2 untuk jangan mampir membeli pesanan saya usai ia pulang kajian tengah malam, dan ia hanya mendapati saya yang sudah tertidur pulas dengan martabak keju di tangan, esoknya beliau sakit. Allah,,,jika karena bukan jiwa pahlawan?untuk meraih pahala-Mu  Karena apalagi ia berbuat sedemikian rupa?

Kali lain, saat bulan2 akhir saya harus memeriksakan kehamilan, dan saat itu kami belum memiliki mobil, tanpa ragu ia mengeluarkan uang untuk memesan taxi terbaik untuk saya, dan ia berkata,”pulangnya ummi boleh sekalian jalan2 dg taxi itu membeli keperluan calon anak kita” ujarnya ringan…, padahal belakangan saya baru tahu, ia berusaha keras menabung, memendam keinginannya, menghindari jajan di luar, bahkan ia menahan keinginannya untuk sekedar makan atau membeli minuman ringan di kantin kampus tempatnya mengajar, hanya karena ingin menghemat.

Dan belakangan juga saya baru tahu bahwa ia tak pernah mau makan diluar jika tidak bersama saya. “saya ga bisa menyuapkan makanan ke mulut saya kalau ingat kamu ujarnya”. Allah…malu saya kalau mengingat betapa jauhnya pengorbanan yang suami saya lakukan dengan bakti saya sebagai istri yang belum paripurna.

Maka…wahai para istri (termasuk juga diriku), marilah kita belajar bersyukur atas apa2 yang dberikan suami pada kita, sekecil apapun itu. Terimalah dengan senyum. Karena jika sekali saja kita memasang wajah tak suka, hancurlah hatinya, luruhlah harga dirinya sebagai kepala keluarga.

Hmm, mungkin ini juga yang mendasari rasulullah mengungkapkan sebuah hadist , yang bunyi redaksinya antara lain: kebanyakan wanita penghuni neraka adalah karena tak pernah bersyukur atas rizkin nafkah yang diberikan suami…, na’udzubillah…ya Allah hindarkan aku dari golongan seperti ini…


Tidak ada komentar:

Posting Komentar