Ada satu lagi museum sejarah di Jakarta, yaitu Museum Jenderal A.H Nasution. Diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada hari Rabu 3Desember 2008, bertepatan dengan hari kelahiran Jenderal Besar ini. Museum di bangun dan dipersembahkan oleh TNI Angkatan Darat kepada Jenderal Besar Nasution Untuk mengingat pengabdian dan jasa-jasa besar Pak Nasution kepada negara.
Dalam sambutannya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memuji Jenderal Nasution sebagai seorang militer profesional dan negarawan yang cemerlang dengan kepribadian kuat.
Museum seluas 2.000 m2 ini terletak di Jalan Teuku Umar 40 bekas kediaman Pak Nas (demikian almarhum biasa di sapa). Rumah ini detempati keluarga ini sejak Pak Nas menjabat sebagai KSAD pada tahun 1949, hingga wafatnya pada tanggal 6 September 2000.
Dalam sambutannya Ibu Nas mengatakan : "Museum ini merupakan prasasti kehidupan A.H. Nasution dan keluarga. Teuku Umar 40 merupakan kearifan sejarah. Semoga museum ini menjadi mata air yang memberi arah bagi generasi muda mendatang,"
Di museum itu dipamerkan benda-benda milik jenderal berbintang lima itu, antara lain foto-foto, berbagai seragam, buku-buku, piagam-piagam penghargaan baik dari dalam hingga luar negeri. Semua masih dalam keadaan baik.
Benda-benda peninggalan Pak Nas memiliki nilai-nilai dan historis yang tinggi. Sehingga perlu dilestarikan dan di wariskan kepada generasi penerus bangsa.
Dapat dilihat juga ruang tamu, meja kerja yang selalu digunakan sebelum meniggal, ruang kuning yang merupakan ruangan kesayangan untuk menerima tamu VIP, ruang senjata yang berisikan senjata-senjata koleksinya, sampai ruang kamar tidurnya yang menjadi saksi bisu kejadian 43 tahun yang lalu.
Juga barang-barang kesayangan Ade Irma Suryani, yaitu seragam kowad mini, sepasang sepatu, tas kulit kecil, tempat air minum plastik dan boneka, serta baju yang di gunakan Ade Irma saat tragedi, terlihat masih terawat baik.
Juga terdapat diorama maupun relief yang menceritakan sejarah perjalanan hidup seorang Jenderal Besar Abdul Harris Nasution.
Di pamerkan juga situasi rumah saat masih ditempati dan menggambarkan kegiatan Pak Nas dalam bentuk Patung. Pak Nas sedang bekerja, sedang membaca. Digambarkan juga tragedi yang ada di rumah itu, ketika ada upaya penculikan Jenderal Nasution yang saat itu menjabat ssebagai Kepala Staf AD. Peristiwa itu kemudian dikenal sebagai Gerakan 30 September atau G30SPKI.
Kalau kawan-kawan memasuki museum ituakan tampak patung Jenderal Nasution yang sedang bekerja di meja-tulis. Memasuki ruang-ruang lain, terlihat jalan drama penculikan itu.
Saat meresmikan Museum Jenderal Besar A.H. Nasution, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mendapat cerita mengenai saat-saat Nasution akan diculik dalam peristiwa G30SPKI dari Ibu Nas.
"Di pintu terbuka saya melihat Cakrabirawa (nama Pampres saat itu) muncul", ujarnya Ibu Yohana Soenarko Nasution kepada SBY di bekas rumah Pak Nas, Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (3/12/2008)
Kejadian 1 Oktober 1965
Subuh itu kediaman Pak Nas di datangi satu regu pasukan Cakrabirawa. Ibu Nas membuka pintu. Terlihat seorang prajurit menacungkan senjata, mengatakan ingin bertemu Jenderal Nasution. Ib Nas sudah curiga, segera menutup pintu, dan meminta Pak Nas untuk melarikan diri. Prajurit itu mendobrak pintu. Ibu Nas berkata : "Jenderal tidak ada, sedang ada di Bandung." Namun prajurit itu tidak percaya dan memaksa untuk terus masuk.
Mendengar keributan ini, Ade Irma Suryani, putri bungsu keluarga ini terbangun dan menangis. Ade Irma pun digendong oleh Ibu Maryani (adik Pak Nas) dibawa keluar kamar. Mendengar pintu kamar terbuka, pasukan langsung menembak. Malang, peluru menembus punggung Ade Irma. Sementara itu Pak Nas melompati pagar beakang rumah untuk menyelamatkan diri. Melihat Ade Irma menangis dan berlumuran darah, Pak Nas mau turun lagi. Tetapi Ibu Nas melarang. "Sudahlah, Ade Irma kami yang urus, yang penting bapak selamat"
Pak Nas melompati pagar , ke belakang rumah yang adalah kedutaan besar Iran. Pak Nas baru berani kembali kerumah, dengan pergelangan kaki patah.
Ade Irma Suryani, putri bungsu keluarga itu, yang saat itu berusia 5 tahun, karena luka-lukanya meninggal dunia pada 6 Oktober 1965. Gadis kecil itu meninggal sebagai pahlawan, sebagai tameng ayahanda, Jenderal Nasution.
Pak Nas luput dari penculikan ini karena para penculik menyekap dan membawa pergi Ajudan almarhum Letnan Pierre Tendean yang didalam gelap itu dikira Jenderal Nasution. Letnan Pierre Tendean juga gugur.
Terima kasih pahlawan ku atas jasamu yang telah membela kemerdekaan Republik Indoensia..
trim's infonya. Kiranya kita semakin menghargai pengorbanan para pahlawan kita dengan membangun Negeri tercinta ini.
BalasHapus